![]() |
Ilustrasi : Ngokos.id Kreatif |
Tapi, jangan senang dulu. Sebab, fatwa itu masih ada buntutnya. Masih koma, belum titik. Karena Haramnya ternyata dengan catatan. Bukan haram mutlak.
Maksudnya, vaksin MR memamg haram, tapi MUI memperbolehkan tetap dipakai. Alasannya karena keadaan darurat. Sebab, vaksin MR dibutuhkan untuk mencegah campak dan rubella. Namun sampai sekarang belum ada vaksin pengganti, yang halal dan bebas zat celeng.
Artinya, fatwa haram ini baru akan berlaku mutlak. Sampai ditemukan vaksin pengganti. Sampai pemerintah Indonesia, bisa membuat vaksin pengganti yang halal dan suci.
Kapan itu? Entahlah, sepertinya berlaku tak berbatas waktu. Toh, fatwa ini juga telat. Baru dibuat setelah juataan anak Indonesia disuntik vaksin tersebut.
Tapi, apa pun itu, fatwa ini, masih banyak manfaatnya juga. Setidaknya masyarakat jadi tahu, bahwa vaksin MR haram namun diperbolehkan. Jadi meski MUI membolehkan, masyarakat punya hak menolaknya. Menolak anaknya disuntik vaksi buatan Serum Institut of India.
Jadi, fatwa ini perlu disosialisasikan sampai ke masyarakat bawah. Masyarakat yang tak melek media sosial. Karena mereka ini masyarakat yang manut, pokoknya ada perintah atas nama negara, pasti mengiyakan. Sulit menolak. Pokonya gratisan.
Kita toh, tidak tahu. Kedaruratan campak dan rubella ini versi siapa? Data yang dipakai dan diungkap ke publik, soal jumlah penderita rubella biasanya data lawas. Tidak diupdate. (*)
0 Comments